Lorong Malam di Banda Aceh yang Tak Berujung
![]() |
| Ilustrasi cover Farid yang tersesat di gang malam Kota Banda Aceh. Dok. Chat GPT AI |
Ikuti pengalaman horor Farid tersesat di gang malam Banda Aceh, berputar-putar tanpa ujung dan bertemu sosok misterius.
Farid adalah pegawai bengkel motor di Banda Aceh, sudah terbiasa pulang larut bila ada banyak servis masuk. Ia termasuk orang yang pemberani karena tak takut mengendarai motor sendirian walau jalannya menuju rumah cukup jauh dan harus melewati lorong-lorong gelap. Farid juga bukan orang yang percaya dengan cerita mistis, jadi ia cukup percaya diri melintasi gelapnya malam.
Suatu malam, bengkel sedang ramai pesanan. Farid baru saja menuntaskan servis terakhir ketika jam sudah menunjukkan pukul 23.30. Ia menyalakan motornya dan bersiap pulang. Jalanan Banda Aceh yang biasanya ramai kini sepi dan hanya lampu jalan yang menerangi aspal basah bekas hujan sore.
Rasa kantuk mulai menyerang ketika ia memutuskan memotong jalan melalui gang sempit yang sepi, berharap lebih cepat sampai rumah di kawasan Lueng Bata. “Sepertinya lebih cepat lewat sini,” gumam Farid, tanpa menyadari bahwa gang itu jarang dilalui orang di malam hari.
Setengah mengantuk, ia melaju pelan. Namun setelah beberapa menit, Farid mulai merasa ada yang janggal. Lampu jalan yang dilewati terasa sama, dan suara motor sendiri terdengar aneh seperti terpantul dari dinding gang. Farid berhenti untuk memeriksa ponselnya.
“Loh, kok GPS nggak bergerak ya? Biasanya udah sampai rumah, ini masih di tengah jalan,” pikirnya sambil mengerutkan dahi.
Rasa kesal muncul bersamaan dengan rasa takut samar. Ia mengendarai motor lebih cepat, berharap segera menemukan jalan keluar, tapi alih-alih sampai, Farid kembali berada di titik yang sama: sebuah lorong gelap dengan gerbang besi tua di ujungnya. Matanya membelalak saat menyadari ia tak bergerak ke mana pun.
“Ini… kok balik lagi di sini?” gumamnya, bulu tengkuk meremang.
Farid mencoba putar balik ke jalan utama, tapi setiap belokan yang ia ambil, lorong itu seakan berubah. Ia tak bisa mengenali jalan meski sebelumnya ia sudah melewatinya. Panik mulai merayapi pikirannya. Ia mencoba menenangkan diri, “Mungkin cuma GPS error… atau aku terlalu lelah.”
Tiba-tiba terdengar suara tawa dari arah lorong gelap, samar tapi membuat Farid menegap. Suara itu bergema dan terasa seperti mendekat. Farid menggigit bibirnya, menahan napas, tapi tetap melaju pelan sambil mengamati sekeliling.
Tak lama kemudian, sebuah truk pick-up pengangkut material bangunan muncul dari belakang, menyalakan lampu depan yang terang.
“Kenapa, Mas… motornya kenapa?” suara supir terdengar ramah saat berhenti di samping motor Farid.
“Pak… saya kok muter-muter di gang ini nggak bisa keluar. Kayak… nggak ada ujungnya,” Farid menjelaskan sambil menelan ludah.
Supir itu tersenyum tipis, seolah biasa dengan kejadian itu. “Gang ini memang terkenal aneh, Mas. Kadang orang yang lewat tengah malam bisa hilang berjam-jam. Bahkan beberapa baru ditemukan beberapa hari kemudian.”
Farid menatap heran. “D…ditemukan apa, Pak?”
“Mayat, Mas. Karena kelaparan atau tersesat, biasanya orang-orang nggak sempat makan dan minum. Ada yang bilang, ini lorong sering ‘dimainkan’ sama penghuni lain… setan atau roh yang tersesat,” jawab supir dengan santai, seolah menceritakan legenda lokal biasa.
Farid menggosok tengkuknya, menyadari bahwa ia lupa berdoa saking ngantuknya. “Anu… saya… bagaimana caranya keluar dari sini, Pak?”
“Gampang, Mas. Ikuti truk saya sampai keluar gang ini, dan jangan berpikiran negatif. Jangan berhenti, jangan menoleh ke belakang,” instruksi supir terdengar tegas tapi ramah.
Farid mengangguk, menyalakan motornya, dan mengikuti laju truk pengangkut material itu. Selama perjalanan, lampu truk menjadi satu-satunya panduan. Jalan lorong terasa semakin panjang, bayangan pepohonan di sisi gang menari mengikuti cahaya lampu. Rasa takut dan penasaran bercampur aduk di hati Farid.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti jam, akhirnya mereka sampai di jalan utama Banda Aceh, tepat di tepi lampu jalan besar di kawasan Lamdingin. Farid menepikan motornya, berniat berterima kasih, tapi truk itu perlahan menghilang di tikungan. Farid menatap kosong, merasakan campuran lega dan tak percaya.
Sesampainya di rumah jam 2 pagi, Farid langsung menceritakan pengalaman itu pada teman sekamarnya, Reza. Reza terkejut dan mulai menceritakan sejarah gang sempit yang dilewati Farid.
“Gang itu… namanya Gang Bingung, Mas. Orang-orang bilang kalau lewat tengah malam, jalannya bakal berputar-putar dan nggak bisa keluar. Bahkan enam bulan lalu, seorang supir truk ditemukan meninggal di gang itu. Tubuhnya kering karena kelaparan dan haus,” cerita Reza sambil menatap serius.
Farid merinding, membayangkan mungkin supir pick-up yang menolongnya tadi malam bukan manusia biasa. Ia termenung sejenak, lalu tersenyum getir. Ia belajar satu hal penting malam itu: meski berani, jangan pernah meremehkan hal-hal yang tak bisa dijelaskan.
Keesokan harinya, Farid tetap bekerja seperti biasa, tapi selalu mengambil jalan memutar yang ramai ketika pulang malam. Gang Bingung itu tetap tersimpan dalam ingatannya, sebagai peringatan sekaligus pengalaman horor yang tak akan ia lupakan sepanjang hidupnya.***

.png)
No comments